“Apa menurutmu aku sedang tersesat?” tanyaku pada
Hasna dengan nada sedikit bergetar. Ia hanya tersenyum dan berkata,
“Ketika kamu sudah memilih jalan kebaikan, jalanilah
secara kaffah, secara keseluruhan dan jangan setengah-setengah. Hidup ini penuh
pilihan dualisme, baik-buruk, hitam-putih, surga-neraka. Menjadi abu-abu
bukanlah pilihan, ia hanya dilema memilih apakah ia akan tetap putih atau ia
akan gelapkan dengan hitam.”
Aku hanya bisa terdiam, tak bisa berkelit darinya. Ya,
aku mengerti maksud Hasna, bahwa aku memang benar-benar sedang tersesat. Aku
memang bukan orang yang taat tetapi juga bukan orang yang selalu berbuat
maksiat. Aku tak tahu apa tujuanku, sehingga aku tak tahu mana pilihanku.
“Cita-citamu masih seperti yang dulu, bukan? Menuntut
ilmu ke negeri sakura itu?” kata Hasna sembari menegakkan duduknya, lurus
menghadapku.
Aku pun mengangguk setuju.