Minggu, 16 September 2012

Jalan Menuju Negeri Sakura [Part 2]



“Apa menurutmu aku sedang tersesat?” tanyaku pada Hasna dengan nada sedikit bergetar. Ia hanya tersenyum dan berkata,
“Ketika kamu sudah memilih jalan kebaikan, jalanilah secara kaffah, secara keseluruhan dan jangan setengah-setengah. Hidup ini penuh pilihan dualisme, baik-buruk, hitam-putih, surga-neraka. Menjadi abu-abu bukanlah pilihan, ia hanya dilema memilih apakah ia akan tetap putih atau ia akan gelapkan dengan hitam.”
Aku hanya bisa terdiam, tak bisa berkelit darinya. Ya, aku mengerti maksud Hasna, bahwa aku memang benar-benar sedang tersesat. Aku memang bukan orang yang taat tetapi juga bukan orang yang selalu berbuat maksiat. Aku tak tahu apa tujuanku, sehingga aku tak tahu mana pilihanku.
“Cita-citamu masih seperti yang dulu, bukan? Menuntut ilmu ke negeri sakura itu?” kata Hasna sembari menegakkan duduknya, lurus menghadapku.
Aku pun mengangguk setuju.

“Kamu tahu? Islam butuh orang-orang sepertimu. Saat ini ilmu pengetahuan dikuasai oleh orang-orang kafir, dan orang-orang Islam dipandang tertinggal dalam hal ini.”
“Maksudmu?"
“Aku sangat mendukung cita-citamu itu, aku selalu berdoa agar kamu bisa menggapai cita-citamu. Tetapi aku berharap, tak hanya ilmu pengetahuan saja yang kau dapatkan di sana, namun gunakan identitasmu sebagai seorang  muslimah. Tunjukkan pada mereka bahwa Islam pun punya orang-orang yang mampu merebut dunia ilmu pengetahuan..”
Adzan magrib berkumandang, tanda kami harus mengakiri diskusi ini. Hasna mengajakku shalat berjamaah di kamarku. Entah mengapa, air wudhu di petang hari ini terasa lebih sejuk dan menyegarkan. Hasna pun menjadi imam shalat magribku, pada rakaat pertama ia membaca surat al Buruj dengan khusyu’ dan penuh penghayatan. Seperti ada yang mengusik kalbu ini.

Yaa ayyatuhan nafsul muthmainnah
Irji’ii ilaa rabbiki raadhiyatam mardhiyyah
Fadkhulii fii ibaadii
Wadkhulii jannati

Sepertinya malaikat sedang berkunjung ke kamarku..
***
Inilah titik balik dalam hidupku. Aku telah memilih, sebagai konsekuensinya, aku harus menaati apa yang ada di pilihanku. Aku punya Allah yang menjadi tujuan hidup, dan Allah punya surga untuk mereka yang taat padaNya. Dia berikan beribu-ribu kenikmatan untuk hamba-hamba pilihanNya.
Seperti kenikmatan di pagi hari ini, ada sepucuk surat untukku. Surat yang mungkin akan menjadi kenangan seumur hidupku. Surat yang menyatakan bahwa aku lulus pada salah satu beasiswa yang aku ajukan beberapa bulan lalu. Lantas aku sujud syukur, menikmati kuasa Allah yang tak terhitung. Insya Allah, sebulan lagi, aku menginjak negeri sakura itu.
***
Hari demi hari terlewati, tak terasa beberapa jam lagi pesawatku boarding, pesawat yang akan membawaku ke negeri sakura itu! Tak hanya keluargaku yang mengantar kepergianku, namun ada Hasna juga yang membawakan bunga dan hadiah kecil di tangannya.
“Aku pasti akan merindukanmu, Yu.. Jaga dirimu baik-baik selama di sana,” kata Hasna sembari memberikan bunga dan hadiah kecil itu untukku. Saat ini, memang tak banyak kata yang ia keluarkan, namun raut wajahnya sangat menggambarkan kesedihan.
“Insya Allah, aku akan jaga diri. Aku pun pasti akan sangat merindukanmu, Hasna..”
Aku pun berjalan masuk ke dalam bandara, berpisah dengan keluarga dan sahabatku tercinta. Saat di pesawat, aku membuka hadiah yang diberikan Hasna. Ia memberikan kerudung berwarna merah hati, dan ada sepucuk surat di dalamnya.

Ayu, sahabatku..
Cukuplah engkau berjalan ke arahNya,
maka Allah akan berlari ke arahmu.
Selamat berjuang, sahabatku
Semoga Allah selalu menjagamu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar