“Apa menurutmu aku sedang tersesat?” tanyaku pada
Hasna dengan nada sedikit bergetar. Ia hanya tersenyum dan berkata,
“Ketika kamu sudah memilih jalan kebaikan, jalanilah
secara kaffah, secara keseluruhan dan jangan setengah-setengah. Hidup ini penuh
pilihan dualisme, baik-buruk, hitam-putih, surga-neraka. Menjadi abu-abu
bukanlah pilihan, ia hanya dilema memilih apakah ia akan tetap putih atau ia
akan gelapkan dengan hitam.”
Aku hanya bisa terdiam, tak bisa berkelit darinya. Ya,
aku mengerti maksud Hasna, bahwa aku memang benar-benar sedang tersesat. Aku
memang bukan orang yang taat tetapi juga bukan orang yang selalu berbuat
maksiat. Aku tak tahu apa tujuanku, sehingga aku tak tahu mana pilihanku.
“Cita-citamu masih seperti yang dulu, bukan? Menuntut
ilmu ke negeri sakura itu?” kata Hasna sembari menegakkan duduknya, lurus
menghadapku.
Aku pun mengangguk setuju.
“Kamu tahu? Islam butuh orang-orang sepertimu. Saat
ini ilmu pengetahuan dikuasai oleh orang-orang kafir, dan orang-orang Islam dipandang
tertinggal dalam hal ini.”
“Maksudmu?"
“Aku sangat mendukung cita-citamu itu, aku selalu
berdoa agar kamu bisa menggapai cita-citamu. Tetapi aku berharap, tak hanya
ilmu pengetahuan saja yang kau dapatkan di sana, namun gunakan identitasmu
sebagai seorang muslimah. Tunjukkan pada
mereka bahwa Islam pun punya orang-orang yang mampu merebut dunia ilmu
pengetahuan..”
Adzan magrib berkumandang, tanda kami harus mengakiri
diskusi ini. Hasna mengajakku shalat berjamaah di kamarku. Entah mengapa, air
wudhu di petang hari ini terasa lebih sejuk dan menyegarkan. Hasna pun menjadi
imam shalat magribku, pada rakaat pertama ia membaca surat al Buruj dengan
khusyu’ dan penuh penghayatan. Seperti ada yang mengusik kalbu ini.
Yaa ayyatuhan nafsul muthmainnah
Irji’ii ilaa rabbiki raadhiyatam mardhiyyah
Fadkhulii fii ibaadii
Wadkhulii jannati
Sepertinya malaikat sedang berkunjung ke kamarku..
***
Inilah titik balik dalam hidupku. Aku telah memilih,
sebagai konsekuensinya, aku harus menaati apa yang ada di pilihanku. Aku punya
Allah yang menjadi tujuan hidup, dan Allah punya surga untuk mereka yang taat
padaNya. Dia berikan beribu-ribu kenikmatan untuk hamba-hamba pilihanNya.
Seperti kenikmatan di pagi hari ini, ada sepucuk surat
untukku. Surat yang mungkin akan menjadi kenangan seumur hidupku. Surat yang
menyatakan bahwa aku lulus pada salah satu beasiswa yang aku ajukan beberapa
bulan lalu. Lantas aku sujud syukur, menikmati kuasa Allah yang tak terhitung. Insya
Allah, sebulan lagi, aku menginjak negeri sakura itu.
***
Hari demi hari terlewati, tak terasa beberapa jam lagi
pesawatku boarding, pesawat yang akan
membawaku ke negeri sakura itu! Tak hanya keluargaku yang mengantar
kepergianku, namun ada Hasna juga yang membawakan bunga dan hadiah kecil di
tangannya.
“Aku pasti akan merindukanmu, Yu.. Jaga dirimu
baik-baik selama di sana,” kata Hasna sembari memberikan bunga dan hadiah kecil
itu untukku. Saat ini, memang tak banyak kata yang ia keluarkan, namun raut
wajahnya sangat menggambarkan kesedihan.
“Insya Allah, aku akan jaga diri. Aku pun pasti akan
sangat merindukanmu, Hasna..”
Aku pun berjalan masuk ke dalam bandara, berpisah
dengan keluarga dan sahabatku tercinta. Saat di pesawat, aku membuka hadiah
yang diberikan Hasna. Ia memberikan kerudung berwarna merah hati, dan ada
sepucuk surat di dalamnya.
Ayu,
sahabatku..
Cukuplah
engkau berjalan ke arahNya,
maka Allah
akan berlari ke arahmu.
Selamat
berjuang, sahabatku
Semoga Allah
selalu menjagamu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar