Minggu, 16 September 2012

Jalan Menuju Negeri Sakura [Part 2]



“Apa menurutmu aku sedang tersesat?” tanyaku pada Hasna dengan nada sedikit bergetar. Ia hanya tersenyum dan berkata,
“Ketika kamu sudah memilih jalan kebaikan, jalanilah secara kaffah, secara keseluruhan dan jangan setengah-setengah. Hidup ini penuh pilihan dualisme, baik-buruk, hitam-putih, surga-neraka. Menjadi abu-abu bukanlah pilihan, ia hanya dilema memilih apakah ia akan tetap putih atau ia akan gelapkan dengan hitam.”
Aku hanya bisa terdiam, tak bisa berkelit darinya. Ya, aku mengerti maksud Hasna, bahwa aku memang benar-benar sedang tersesat. Aku memang bukan orang yang taat tetapi juga bukan orang yang selalu berbuat maksiat. Aku tak tahu apa tujuanku, sehingga aku tak tahu mana pilihanku.
“Cita-citamu masih seperti yang dulu, bukan? Menuntut ilmu ke negeri sakura itu?” kata Hasna sembari menegakkan duduknya, lurus menghadapku.
Aku pun mengangguk setuju.

Jalan Menuju Negeri Sakura [Part 1]




Hokaido, 3 Januari 2010

Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Sahabatku, Hasna, bagaimana kabarmu di sana? Akhirnya aku sempat menulis email untukmu setelah dua bulan aku di sini. Saat menulis email ini, aku sedang menyantap sarapan dengan donburi di seberang ryokan tempat aku menginap. Udara di sini hampir -3 derajat celcius, jaket tiga lapis pun serasa tak ada fungsinya. Sepertinya kamu tak akan cocok tinggal di sini, karena pasti kamu akan berhibernasi sepanjang hari. Haha, teringat saat kita ke Malang, dan kau kerjanya tidur seharian karena dinginnya cuaca.
Hasna, sahabatku. Kau tahu? Hari ini aku memakai kerudung merah hati yang kamu berikan saat mengantar kepergianku di bandara. Sangat pas dipadukan dengan mantel merah pemberian ibuku. Orang-orang di sini pun tak ada yang mempermasalahkan jilbabku, mereka sangat ramah dan terbuka. Sesekali ada lelaki yang mengajakku bersalaman, namun aku hanya tersenyum sambil menelungkupkan kedua tangan, dan berkata “I’m a Mosleemah, and Mosleemah never touch or being touched by strange men, except their mahram.” Mereka pun mengerti, malah kembali tersenyum padaku tanpa merasa tersinggung.